Kita telah mendengar hebohnya wabah yang diakibatkan oleh
flu babi (swine flu) pada tahun 2009 dan flu burung (avian flu) yang menyerang
unggas. Kedua wabah itu cukup membuat para otoritas medis di berbagai negara
kerepotan dan – bahkan – ketakutan, termasuk di Indonesia. Namun, apa jadinya
jika virus H1N1 yang menyebabkan flu babi disilangkan dengan virus H9N2 yang
menyebabkan flu burung? Sudah sejak beberapa tahun lalu beberapa ahli mengkhawatirkan
persilangan tersebut, pasalnya virus H1N1 adalah sepupu dekat virus H9N2. Namun
daripada menunggu persilangan itu terjadi secara alami, beberapa ilmuwan
sengaja menyilangkan kedua jenis virus maut itu di laboratorium.
Jinhua Liu dan timnya meneliti hal tersebut di China
Agricultural University di Beijing, China akhir tahun 2010 lampau, seperti
dipublikasikan oleh Proceedings of the National Academy of the USA awal
Maret 2011 ini. Hasilnya ternyata kedua virus tersebut mampu menghasilkan virus
yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. Dari 127 virus hasil persilangan,
73 (58%) di antaranya memiliki kemampuan memperbanyak diri dan hidup seperti
virus induknya. Sementara itu 28% hasil persilangan memiliki kemampuan
replikasi yang biasa-biasa saja, 4% lemah, dan 10% tidak dapat hidup.
Celakanya, dari ke-73 jenis virus anakan yang memiliki
kemampuan menular seperti flu burung dan flu babi, 8 di antaranya bersifat
lebih patogen daripada flu burung maupun flu babi. Atau dengan kata lain,
memiliki daya rusak yang lebih hebat terhadap jaringan tubuh yang sehat.
Sedangkan 11 virus anakan lagi memiliki sifat patogen yang sama dengan virus
flu burung dan flu babi.
virus H1N1 di paru-paru
Dalam penelitiannya, Jinhua Liu dibantu oleh Yipeng Sun,
Jingjing Wang, Qingdong Tang, Yanxin Hua, Xueli Chao, dan Hanchun Yang. Ketujuh
orang tersebut merupakan peneliti di Laboratorium Zoonosis Kementrian
Pertanian, College of Veterinary Medicine, China Agricultural University,
Beijing. Selain itu turut melakukan penelitian Kun Qin dan Yuelong Shu dari Chinese
National Influenza Center sekaligus peneliti di Laboratorium Molecular
Virology and Genetic Engineering.
Saat ini, sekitar 33.000 orang meninggal karena influenza biasa
setiap tahun. Hal ini makin diperparah dengan endemi flu babi yang menjadi
perhatian publik sejak ditemukan menjangkiti seorang pria Mexico pada tahun
2009. Meskipun pria tersebut sudah diisolasi, tak urung virus ini menyebar juga
ke seluruh dunia dan cukup bikin geger. Kini WHO menyatakan bahwa wabah flu
babi memasuki periode pasca-pandemik, meskipun siklus pandemi dapat berulang
dalam beberapa tahun ke depan (www.who.int/csr/disease/swineflu/en/).
Selain telah menyerang ratusan ribu unggas di Indonesia, flu
burung ditengarai juga telah menulari ternak dan manusia. Jinhua Liu
mengungkapkan sebuah survey di China yang menyatakan bahwa 13,7% – 37,2%
penduduk China diduga telah atau pernah terinfeksi virus H9N2. Ia menambahkan
bahwa penderita flu burung menunjukkan gejala-gejala mirip influenza biasa,
sehingga kerap luput dari pengamatan. Hal ini merupakan bahaya tersendiri.
Peter Palese, virologist dari Mount
Sinai Medical Center di New York, mengatakan bahwa penemuan ini
sangatlah penting. Meskipun tidak semua virus yang berbahaya bagi tikus akan
menunjukkan reaksi yang sama pada manusia, namun sudah sepatutnya jika
pemerintah waspada menghadapi wabah yang mungkin saja terjadi. Diharapkan
otoritas berwenang setiap negara, terutama di benua Amerika dan Asia, segera
bersama-sama berusaha mengantisipasi terjadinya kemungkinan terburuk yang
diakibatkan munculnya virus “superflu” ini.
Di lain pihak, pembuatan virus yang berbahaya di laboratorium
sudah sejak lama menuai kritik serta menimbulkan kontroversi. Banyak orang
berpendapat bahwa pembuatan virus tersebut bisa disalahgunakan menjadi senjata
biologis bila terjadi perang. Akan tetapi Ab Osterhaus (seorang virologist dari Erasmus
University Medical Center di Rotterdam, Belanda) mengatakan bahwa umat
manusia tidak perlu malu atau menolak penelitian-penelitian semacam ini. “Makin
banyak informasi yang kita dapatkan, makin baik,” imbuhnya.
Sekadar anjuran, kita sebaiknya tidak lagi memandang gejala
influenza dengan sebelah mata. Memang, “penyakit sejuta umat” ini kerap
disepelekan karena toh biasanya sembuh sendiri asal cukup makan dan istirahat.
Namun, dengan kemungkinan munculnya virus-virus baru yang berbahaya, ada
baiknya jika kita sesegera mungkin berkonsultasi dengan dokter jika menderita
gejala flu.